Kubuka
lagi kotak memori di pekat malam
Menguak
titik demi titik kamuflase yang kau rangkai
Hanya
untukku
Hati
kecil berbisik seiring memeras keras butir bening
Keharuan
dan simbol kesedihanku.
Jatuh
di sudut bibir
Detik
itu telah membius pikiran dan merobek hati
Yang
lama terkatup
Hingga
akhirnya menetes darah kekecewaan
Aku
berdiri dikeremangan senja
Mencari-cari
sosokmu di kerumunan awan hitam
Kulihat
ujung matamu meruncing ke arahku
Namun
lagi-lagi kau menghimpit dibaliknya
Dahiku
mengernyit
hatiku
kembali berbisik
Mungkin
kau hanya begurau…
Sayatan
kemarin terlalu dalam
Menggores
asa tuk mengenal kaummu
Hingga
kupastikan kaupun jua.
Opsiku
diam…
Diamku
dihadapmu
Terlalu
jelas menampakkan rasa
Jika
kau benar-benar peka.
Di
setiap diamku, disitulah kuhirup dalam-dalam
Aroma
tubuhmu,
merasakan
detik demi detik
waktu
lari mengencang.
Disetiap
diamku
kunikmati kata demi kata
Yang
terucap dari bibirmu
Disetiap
diamku
tersirat
harap
Dengarlah jerit hatiku
‘tuk
memintamu.
Bibirku
tak mampu menghentikan
Hentakan
kakimu
Tapaki
tangga-tangga perpisahan.
Bagaimana
mungkin
Taman
yang baru saja kupersembahkan untukkmu
Kau
tinggalkan begitu saja
Andai
bisa kupagari taman itu
Agar
kau tak bisa melangkah bebas
bahkan
ke taman yang lebih hijau
di
seberang sana
Sebongkah
tanya yang kau tanggalkan
Merajai
isi kepalaku
Sebongkah
Tanya kau sodorkan
benar
si hati kecilku
Mungkin
kau hanya bergurau…
Imajiku
melalang buana
Persepsi
yang tak akan ada habisnya
Tentangmu,
sosokmu, jiwamu, hatimu, dan semua atasmu
Penuh
Tanya…
Benar
si hati kecilku
Mungkin
kau hanya bergurau…
Pergilah
secepat mungkin,
Muakku
telah kewalahan menguasai logika
Kumohon
jangan tawarkan
Kebimbangan…
Melesap
bergulir bak seringai duka
Meski
kutahu,
Walau
dipetang kita nikmati
Keromantisan
di teduhnya tamanku ini,
Maka
detik itu pula
Kau
menikamku dengan pewantian rindu yang
Akan
bergejolak merasuk ke heningnya gulita.
membius rindu
Satu-satunya
penenangku
2 komentar:
mantap
HEHEHE... Tak sekeren punyata.
Posting Komentar