Selasa, 07 Juli 2020

SENI BERKOMUNIKASI MELALUI PERPESANAN INSTAN

Sudah hampir empat bulan pertemuan benar-benar dibatasi, bahkan terputus sama sekali. Dalam dunia pendidikan, sekolah yang menjadi wadah untuk mengenyam pendidikan bergeser ke sebuah kotak kecil yang kita sebut handphone, laptop, atau pun gawai yang mampu mengakses internet dan menjadi alat komunikasi efektif.

Pandemi Covid-19 ini menyebabkan banyak perubahan yang mendadak. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi siswa, guru, dan seluruh warga sekolah untuk saling berinteraksi. Proses belajar mengajar dilakukan melalui pesan singkat atau video conference. Banyak kendala yang dihadapi sehingga sesuatunya terkadang dijadikan suatu pemakluman. Namun, ada hal yang tidak bisa dimaklumi. Hal itu adalah etika berkomunikasi.

Lazimnya, guru dan siswa melakukan tatap muka di dalam kelas. Komunikasi melalui chat jarang dilakukan karena hampir setiap kita bertemu, terkecuali pada hal-hal yang prinsip atau urgen. Akan tetapi, di kondisi yang tidak memungkinkan ini, mau tidak mau, suka tidak suka, hal yang jarang dilakukan itu menjadi sebuah keutamaan dan rutinitas harian. Yah, jalur komunikasi satu-satunya yang paling efektif adalah melalui telepon, chat, atau video call. Salah satu tantangan yang kadang terlupakan adalah cara berkomunikasi. Apalagi antara siswa dan guru, ataupun sebaliknya.

WhatsApp adalah salah satu platform perpesanan instan terbesar dengan memiliki paling banyak pengguna serta memiliki fitur yang mumpuni. Mulai dari pengiriman teks biasa, gambar, sampai dengan pengiriman dokumen dalam format doc, xls, hingga pdf.

Namun, beberapa dari pengguna aplikasi ini seringkali kurang memerhatikan aspek sopan santun dan etika dalam bercakap dan berbincang dengan oranglain sehingga muncul rasa risih dan kurang nyaman.

Komunikasi secara langsung dan tak langsung sungguh jelas berbeda. Saat berkomunikasi langsung dengan tatap muka ataupun pertemuan, seorang siswa yang akan bertanya pada guru mungkin mengawalinya dengan permisif ataupun salam. Bahasa yang digunakan terkesan lebih halus dan sopan. Layaknya percakapan biasa yang tidak menlanggar etika ataupun menyalahi aturan berkomunikasi. Namun, beda cerita pada saat siswa akan mengawali percakapan dengan guru untuk menanyakan nilai ataupun tugas-tugas sekolah. Siswa cenderung to the point, lupa menyebut nama, bahkan kadang terkesan memaksa saat hendak chat dengan gurunya.

Nah, hal ini menarik untuk diperhatikan. Kita sepakat bahwa terkadang orang melakukan kesalahan, bukan karena ia seutuhnya salah. Orang melakukan kesalahan karena ia memang tidak paham sama sekali. Begitulah kira-kira ilustrasi untuk siswa yang belum terbiasa memperhatikan etika berkomunikasi, khususnya siswa di jenjang menengah. Mereka belum dan tidak terbiasa sebelumnya melakukan ini sehingga kalimat-kalimat yang mereka tuliskan berpengaruh pada perlokusi mitra tuturnya, yang dalam kontek ini adalah gurunya. Adanya gap usia dengan guru juga menjadi kendala dalam berkomunikasi. Siswa yang tumbuh di zaman berbeda kadangkala menimbulkan miskomunikasi bahkan kesalahpahaman saat berbicara langsung, apatahlagi jika berkomunikasi via chat.

Seperti contoh chat di bawah ini.




Dari contoh kasus gambar di atas, tampak seorang siswa hendak menanyakan tugas pada gurunya. Setiap guru belum tentu menyimpan nomor ponsel setiap peserta didiknya. Sehingga pembuka percakapan seperti gambar tersebut, masih keliru. Bayangkan, berapa banyak waktu guru yang terbuang hanya untuk melayani pesan seperti ini. Bagaimana dengan puluhan siswa lainnya?

Sebagai seorang pendidik, tentu tidak bisa membiarkan hal ini terjadi begitu saja. Teguran atau melakukan edukasi adalah sebuah kewajiban agar kekeliruan yang terjadi tidak terus menerus terjadi. Namun, hal ini tidak bisa selesai hanya dalam satu dua hari saja. Edukasi dalam berkomunikasi bukan hal sepele untuk diajarkan untuk anak didik kita yang notabene belum memahami konsep komunikasi ini secara utuh.

Perhatikan gambar di bawah ini.


        Sang guru mencoba melakukan pendekatan, memberikan contoh percakapan yang baik melalui chat, akan tetapi, seperti yang sudah diutarakan bahwa hal ini bukan hal yang mudah untuk diajarkan ke siswa. Siswa tersebut menjawab pesan, namun tidak diakhiri dengan ungkapan apresiasi, seperti berterima kasih. Begitu pula pada contoh chat di bawah ini.



        Siswa di usia remaja memiliki ego yang tinggi. Ini bercermin pula pada cara mereka berkomunikasi. Siswa terkesan menodong dengan banyak pesan dan panggilan saat chatnya tidak dibalas. Mungkin, bagi siswa ini adalah pesan yang lumrah, namun, bagi seorang guru, yang sepatutnya memahami konsep berkomunikasi, hal ini adalah sesuatu yang fatal.

        Kondisi saat ini belum dapat kita pastikan akan berlangsung sampai kapan. Selama itu pula komunikasi melalui perpesanan instan akan terus bergulir. Miris rasanya jika etika berkomunikasi kita kesampingkan. Etika berkomunikasi antara siswa dan guru perlu dicermati dan tidak disepelekan, karena jika hal ini terjadi, akan terjadi kesenjangan sosial antara siswa dan guru. Sebagai seorang guru, kita sangat perlu mengoreksi tata bahasa siswa-siswa kita, bukan hanya pada saat mendengarkan mereka berbicara secara langsung, tetapi juga saat siswa melakukan percakapan via chat. Adanya peran guru untuk mengedukasi etika berkomunikasi bagi siswa, nilai-nilai afektif seperti kesopanan akan tetap dijunjung tinggi. Sehingga, kebiasaan tersebut akan terus-menerus dilakukan dan menjadi bekal kebiasaan hingga mereka berhadapan dengan dosennya di perguruan tinggi nantinya.

            Para pelajar pun harus mengetahui konsep dasar etika berkomunikasi dengan guru ataupun dosen, yakni (1) Memperhatikan waktu saat ingin menghubungi guru ataupun dosen. Lazimnya, untuk chat dimulai pukul 08.00 hingga 20.00. (2) Mengucapkan salam untuk mengawali percakapan. (3) Walaupun tidak melakukan kesalahan, ada baiknya merendahkan hati untuk meminta maaf karena telah mengambil waktunya untuk membaca pesan kita, (3) Menuliskan identitas dengan lengkap, karena guru atau dosen kita bukan dukun atau cenayang yang mengetahui Anda secara langsung, (4) Biasakan mengucapkan terima kasih diakhir percakapan.

            Dengan mengedepankan etika berkomunikasi melalui perpesanan instan, komunikasi akan berjalan dengan baik, komunikasi akan lebih terarah, serta tata krama dan kesopansantunan berbahasa juga terjaga.