Senin, 10 Agustus 2020

RESUME BUKU: SEGALA-GALANYA AMBYAR (SEBUAH BUKU TENTANG HARAPAN)

Assalamualaikum. Para Sobat Ambyar. EHHH... mendengar istilah Sobat Ambyar , mungkin di pikiran teman-teman langsung terbersit sosok legendaris, sang maestro Didi Kempot. Yap, istilah Sobat Ambyar merupakan nama komunitas penggemar penyanyi Almarhum Didi Kempot.

Menurut KBBI, Ambyar adalah bercerai-berai, terpisah-pisah, tidak terkonsentrasi lagi. Kata ini biasa digunakan sebagai penyempurna sebuah kalimat yang ingin mengekspresikan sebuah kekecewaan yang mendalam, intinya  sedih banget sampai bingung lagi harus berkata apa.

Kata ‘ambyar’ memiliki kedekatan makna dengan kata galau yang sempat hits pada masanya. Nah lagu-lagu Didi kempot dianggap bisa mengobati kekecewaan dan sakit hati itu. Didi bisa membantu mengobati sakit hati dari orang-orang yang perasaannya ambyar.

Loh, kok kita malah Ambyar gini?   

 

          

         

Yo wess, Kali ini saya tidak bermaksud membahas atau mengulik lebih dalam tentang komunitas Sobat Ambyar. Tapi, akan sedikit mengulas sebuah buku yang hampir mirip dengan nama komunitas Alhamrhum Didi Kempot itu.  Yap. Mungkin sudah ada yang bisa menebak, buku berjudul apakah itu???

          Yippi. Buku yang akan saya ulas adalah buku karya Mark Manson, penulis buku paling laris di internasional. Gebrakan buku sebelumnya yang laris itu berjudul Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat. Buku berikutnya ini yang akan saya kuliti dan kita bahas sama-sama ya, teman-teman, yaitu berjudul SEGALA-GALANYA AMBYAR. Sebuah Buku Tentang Harapan. Buku terbitan Grasindo ini merupakan buku saduran, terjemahan berjudul  Everything is F~cked.

Di sampul depan, terdapat sebuah kalimat, “Sebuah buku tentang harapan”,  kita sebut saja itu adalah slogan buku ini--yang terbit di awal 2019, lalu dicetak dan diterjemahkan pertama kali di  Indonesia pada Februari 2020. Ketebalan buku ini 349 halaman, sudah termasuk sampul. Sampul depan berwarna hijau tosca, persis warna kesukaanku. Mungkin ini juga bagian dari alasan mengapa saya tertarik membacanya. Hehe. Penulisnya adalah Mark Marson, penulis buku paling laris di internasional.gebrakan buku sebelumnya yang laris itu berjudul Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat dengan penjualan bernilai  lebih dari lima juta kopi (ini baru di Amerika Serikat saja, loh).

Tulisan dalam buku ini lebih merujuk pada kumpulan pemikiran tentang sebuah harapan dengan banyak kutipan dari berbagai jurnal dan esai yang mendukung pernyataan tersebut. Buku ini berisi dua bagian, yang pertama adalah tentang harapan dan bagian kedua tentang segala-galanya ambyar. Baiklah, mari kita kupas dikit setiap bagian dalam buku ini. Cekidot!!!

Bagian I. Harapan

          Bagian ini terdiri atas lima BAB, yaitu (1) Kebenaran yang menggelisahkan; (2) Kendali-Diri adalah sebuah ilusi; (3) Hukum Newton tentang Emosi; (4) Cara Mewujudkan Mimpi-Mimpi Anda; (5) Harapan Itu Ambyar.

          Secara garis besar, bagian HARAPAN ini memaparkan tentang asumsi-asumsi manusia agar  membuat hidup layak dijalani. Mark memulainya dengan menjabarkan pentingnya punya nilai-nilai dalam hidup khususnya nilai kebahagiaan. Bahkan, ia menjabarkan bahwa lawan dari kebahagiaan bukalanlah sebuah amarah atau kesedihan. Jika kita marah atau sedih, berarti kita masih peduli akan sesuatu. Maksudnya, ada suatu nilai di sana, bahkan kita memiliki harapan di balik kesedihan itu. Kalau bisa aku berpendapat, aku menyebutnya dengan sebuah “KEBANGKITAN” kali ya? Kebangkitan dari keterpurukan. Kesedihan bukan lawan dari kebahagiaan. Lawan dari kebahagiaan adalah keyakinan bahwa segala-galanya ambyar. Ibaratnya kita sudah tidak punya harapan lagi untuk melakukan sesuatu, sebuah kepasrahan, dan sebuah ketidakberdayaan.

          Kehilangan harapan dalam hidup merupakan nihilisme yang dingin dan suram, perasaan saat segala sesuatu tak ada lagi gunanya. Ketiadaan harapan adalah akar kecemasan, penyakit jiwa dan depresi. Sumber segala penderitaan dan biang kerok segala segala kecanduan.

          Sebuah harapan memberikan kesadaran akan tujuan dalam hidup kita. Bukan sekadar menyiratkan ada “tujuan” dalam hidup kita, ada “sesuatu” yang lebih baik di masa depan, tetapi juga bahwa sesungguhnya kita bisa mengejar dan meraihnya.

          Kehilangan harapan sama seperti kehilangan nilai-nilai diri kita sendiri. Bagaiamana cara agar kita dapat menjadikan diri kita sebuah harapan di setiap harinya? Pertama, dengan memeriksa ulang pengalaman masa lalu kita, kemudian merancang ulang hidup kita dengan memperkaya harapan dan tindakan-tindakan. Cara lain yang lebih ampuh ialah, dengan menuliskan cerita-cerita untuk diri kita di masa depan, untuk memproyeksi masa depan dengan bayangan yang kita hidupkan sendiri kemudian menjadikannya nyata.

Harapan itu bisa tumbuh jika kita membangun hubungan apa saja selalu meletakkan tujuan sebagai nilai tertinggi bukan sarana. Harapan hancur karena kita selalu memperlakukan manusia lain sebagai sarana bukan tujuan. Kejujuran itu sepenuhnya baik karena kejujuran adalah satu-satunya bentuk komunikasi yang tidak memperlakukan orang lain sebagai sarana

Bagian II. Segala-galanya Ambyar

Pada bagian ini, terdiri atas empat bab, yaitu(1) Formula kemanusiaan; (2) rasa sakit adalah konstanta universal; (3) Ekonomi perasaan; dan (4) agama final.

          Secara garis besar, bagian ini menjabarkan tentang formula bagaimana seseorang bisa berkembang dalam hidup, cara menjadi “dewasa”. Mark menuliskan bahwa kedewasaan adalah kesadaran bahwa terkadang sbeuah prinsip yang paling inti adalah tentang baik dan buruk yang tidak bisa ditawar-tawar, yang bahkan jika itu menyaktikan Anda hari ini, bahkan jika itu melukai orang lain, bersikap jujur tetaplah hal yang paling benar. Sebuah kedewasaan adalah pengantar menuju perkembangan. Semakin dewasa kita, peluang ke-ambyar-an kita semakin besar. Mengapa? Karena banyak kerikil-kerikil yang akan menjatuhkan mental kita untuk naik menuju perkembangan, melalui tapal-tapal harapan  yang kita punya.  Untuk melepaskan diri dari itu, kita harus bertindak tanpa pamrih, harus mencintai tanpa mengharapkan balasan. Jika tidak begitu, itu bukanlah cinta sejati.

          Realitanya saat ini adalah, terjadi krisis kedewasaaan, khususnya di zaman modern saat ini. Baik dalam dunia yang masih berkembang maupun yang sudah kaya, kita tidak hidup dalam sebuah krisis kesejahteraan atau material tapi sebuah kriris karakter, sebuah kriris keluhuran, sebuah krisis sarana, dan krisis HARAPAN. Namun, memiliki banyak harapan juga bukan hal yang menjadi prestasi. Itulah mungkin maksud Mark menjelaskan bahwa sebelum kita menuliskan harapan-harapan dan mewujudkannya, kita perlu meluruskan dulu apa yang sebenarnya kita butuhkan dan benar-benar menjadi tujuan hidup kita. Sehingga harapan-harapan itu bisa kita filter. Bisa jadi, harapan itu mungkin hanya ilusi yang kita ciptakan sendiri untuk mencapai sebuah tujuan atau ambisi, dan itu yang akan membuat kita menjadi Segala-Galanya Ambyar.

...

          Jadi, inti yang bisa dipetik dari dua bagian itu adalah: bagian pertama memberikan kita motivasi agar selalu meneguhkan harapan dalam hidup kita. Harapan adalah napas untuk keberlangsungan hidup kita menjadipribadi yang lebih baik ke depannya. Sedangkan bagian kedua memberikan kita wejangan bahwa meskipun dalam hidup, harapan harus tetap dihidupkan. Akan tetapi, bukan berarti kita melulu menumpuk harapan sehingga menjadi bumerang bagi hidup kita sendiri. Memiliki banyak harapan yang asal-asalan malah akan berujung pada keambyaran, apalagi jika harapan-harapan itu tak terwujudkan.

          Bagi saya, buku ini  agak berat untuk dipahami. Salah satu mengapa saya mengatakan ini berat, karena buku ini adalah buku terjemahan sehingga beberapa susunan dan diksi kalimat sedikit membuat saya harus berpikir dua tiga kali atau bahkan perlu membaca ulang dari halam sebelumnya. Uraiannya bersifat filosofis tetapi mencoba menjelaskan dengan ilustrasi sejarah apa yang hilang dalam hidup masyarakat modern: yaitu harapan. Tulisan Mark di sini kental dengan  kritikan pada gaya hidup hari kita hari ini,  yaitu tentang gaya hidup, obsesi, kritik pandangan hidup yang menginginkan kesenangan, selalu menyukai hal-hal sepele, bahkan sampai pada kritikan atas budaya kapitalisme yang remeh tapi menusuk.

Saya membaca buku ini, rasa seperti melihat kita hidup dalam keinginan untuk selalu mendapat kenikmatan, selalu mencandu hal-hal remeh sehingga kita mudah rapuh dan karena itu kita selalu mengagungkan kebebasan. Selain itu, saya banyak mendapat makna dari buku ini sekaligus menjadi wejangan untuk selalu menyangsikan kebiasaan yang lazim sekarang ini. Seperti keinginan kita untuk mendapatkan kenikmatan hidup yang instan dalam hal apa saja. Secara garis besar, buku ini merupakan upaya menahan hawa nafsu kita untuk menanam harapan yang terlalu besar yang tidak sinkron dengan kondisi atau kebutuhan hidup kita.

 

 

Tidak ada komentar: