Kamis, 29 November 2018

PENGALAMAN PROSES PERSALINAN KALA II

Awalnya Normal, endingnya C-Section

          Pengalaman melahirkan merupakan pengalaman yang tidak semua wanita bisa alami. Beruntunglah jika kita wanita yang pernah merasakan kehamilan hingga melahirkan. Pengalaman tersebut adalah hadiah yang sekaligus menjadi amanah yang dititipkan Allah. Melahirkan adalah proses yang ibarat berjuang agar kedua kaki tetap berpijak ke dunia. Karena proses tersebut semacam pertaruhan antara hidup dan mati. Satu kaki berada di dunia dan satu kaki lagi di ujung kematian. Ajaibnya, wanita bisa melalui proses menegangkan itu dengan happy ending, tetapi ada pula yang harus menunda happy endingnya itu dengan kesakitan sementara, bahkan adapula yang berujung “sad ending”. Lagi-lagi, bersyukurlah kita jika melewatinya dengan akhir yang dipenuhi senyuman.

Seiring perkembangan teknologi, proses melahirkan semakin ke sini semakin mudah. Teknologi ikut andil dalam memudahkan proses melahirkan. Proses persalinan umumnya secara normal, atau bayi lahir melalui vagina tanpa menggunakan alat bantu serta tidak melukai ibu maupun bayi. Ada pula persalinan yang dibantu alat dan vakum, persalinan dengan operasi caesar, bahkan persalinan dalam air. Semua jenis persalinan yang dijalani pasti memiliki efek samping yang berbeda-beda. Jadi, kita tidak bisa menganggap bahwa ibu yang telah melahirkan secara Caesar lebih santai dibandingkan normal.

Kali ini aku akan menyentil membahas tentang pengalaman melahirkan secara normal yang HARUS diakhiri dengan tindakan C-Section.


BERCAK DARAH
20 Januari 2018 lalu akhirnya bayi yang ada dalam perutku keluar. Tetapi, sebelum itu, ada drama yang sangat panjang. Dua hari sebelumnya (18 Januari 2018), saat bangun tidur kutemui flek darah dari vagi**ku. Karena keseringan berseluncur di dunia maya untuk mencari info-info kehamilan, aku tidak panik melihat bercak tersebut. Aku melakukan rutinitas seperti biasa. Pada siang harinya, aku merasa punggung rasanya encok dan perih. Aku mulai menerka lagi bahwa kontraksi  yang sering diistilahkan gelombang cinta oleh para blogger dan vlogger di konten mereka itu, mulai aku rasakan. Meskipun kontraksi tersebut datangnya masih berinterval jauh. Kira-kira setiap sepuluh menitan.
Aku menghantam revisian tesisku untuk segera terselesaikan, karena dua hari lagi ujian akhir menantiku (meskipun aku tah bahwa ujian tersebut bakalan diundur karena bertepatan dengan hari bersalinku). Sore harinya, aku tetap melakukan aktivitas seperti biasa, bahkan kuputuskan untuk ke warnet untuk nge-print tesisku. Di warnet, rasa sakit pada pinggul , pinggang, hingga ke paha itu semakin menjadi-jadi. Akhirnya, kuputuskan untuk check up ke RSIA yang telah kurencanakan untuk persalinanku nanti. Setelah dicek, pembukaan ternyata belum ada.

PEMBUKAAN 1 ke 3 = 22 jam
Sesuai saran dokter , aku kembali ke RS pukul 23.00. Pembukaan dimulai di sini. Pembukaan satu bukan berarti aku harus stay di rumah sakit sambil menunggu kamar yangready. Kami disarankan pulang dan kembali keesokan harinya. Sejak kembali ke rumah hingga pagi hari (19 Januari 2018), kesakitan itu semakin menjadi-jadi. Aku gelisah, kegerahan, sakit pinggul hingga paha membuat aku tidak bisa memejamkan mata hingga pagi menjelang.
“Pembukaan 2” pernyataan perawat itu membinarkan hatiku akan segera bertemu dengan sosok yang selama ini menendang-nendang perutku. Pembukaan distumulasi dengan mondar-mandir di selasar rumah sakit. Suami dan orang tua bergantian menemaniku dan memberikan sugesti positif. Aku masih menikmati makan di cafe RS dengan sesekali menahan nyeri. Sekitar tiga jam berikutnya, dokter memeriksa pembukaan, pembukaan masih tetap di 3 tetapi kami telah diarahkan untuk masuk ke ruang bersalin. Ruangan itu dipenuhi dengan berbagai perasaan dan nada. Perasaan cemas, perasaan bahagia, dan perasaan was-was. Suara rintihan, suara teriakan, suara tangisan, suara amarah, suara semangat, dan suara tangis bayi yang begitu ditunggu-tunggu.

17.00 – 21.00 WITA. Pembukaan masih stay di 3. Gelombang cinta lambat laun makin menjadi-jadi. Ada rembesan yang terasa keluar dan menjadikan celanaku lembab. Setelah dipantau oleh bidan, rembesan itu adalah air ketuban. Bidan menyarankan untuk berhenti mondar-mandir, pipis di tolilet, dan tetap berbaring di tempat tidur. Pukul 00.21 Dini hari (20 Januari 2018), bidan mengecek kembali berikut dengan pengecekan denyut jantung janin. Pembukaan tak kunjung meningkat, sedang kontraksi yang kurasakan tidak sesantai sebelumnya.

INDUKSI MENTOSA
Akhirnya, aku ditawarkan untuk diinduksi lewat infus, dalam istilah kedokteran, induksi yang kujalani disebut dengan Induksi Mentosa (metode induksi dengan menggunakan obat-obatan). Nantinya, obat-obatan tersebut akan bekerja di reseptor-reseptor dalam rahim. Ada dua macam obat induksi yang digunakan, yaitu oksitosin dan prostagladin E1. Oksitosin adalah obat berupa cairan dan dimasukkan melalui selang infus. Sedangkan prostagladin E1 adalah obat berupa tablet dan bisa dimasukkan ke vagina dengan alat khusus (intravaginal), atau diminum. Dosis yang digunakan berbeda-beda pada setiap ibu. Aku menggunakan induksi dengan obat induksi oksitosin. Bidan memilih opsi tersebut (dengan izin dokter melalui telepon) karena menurutnya cocok untuk kondisiku saat itu yang tak kunjung mengalami penanjakan bukaan.
          Awalnya aku sangat paranoid dengan kata ‘induksi’ itu. salah satunya karena berbagai pengalaman dan asumsi orang-orang yang mengatakan induksi tersebut lima kali lebih sakit dibandingkan dengan kontraksi alami. Bahkan, ada pula yang berujung kematian. Empat jam berikutnya, bidan kembali memantau pembukaan, alhamdulilah sudah naik ke pembukaan 8. Aku mencoba menenangkan diri, berhenti merintih dengan jeritan yang keras, sesekali bidan memberi sugesti supaya menyimpan tenaga untuk  dipersiapan pada fase meneran. Suami dan orang tua juga full dan tak henti memberikan support dengan tetap berada di sampingku, meskipun kesakitan itu menimbulkan emosi yang bergejolak. Aku merasa tulangku patah seribu, amarahku pecah. Untungnya, suami dan orang tuaku memaklumi itu. Aku mencoba menenangkan diri. Di sini aku sangat bersyukur, dalam kondisi yang begitu menegangkan ini, suami tercinta dan ibu tersayang masih bisa mendampingi. Mereka membantuku berganti posisi, memberi makanan dan minuman, hingga memberi pelukan dan ciuman yang bisa membantu meredakan serangan gelombang cinta.

GELOMBANG CINTA YANG SEMAKIN HEBAT

08.00 WITA. Gelombang cintaku itu menguasai tubuhku. Aku tak henti-hentinya meringis bahkan dengan teriakan. Padahal, berteriak merupakan kesalahan fatal dalam proses bersalin karena dapat mengurangi energi dan tentunya terbuang percuma. Sampai pada fase ini, aku meneran tidak pada waktunya bahkan berlebihan. Menurut bidan, hal ini bisa meningkatkan risiko asfiksia pada bayi dan kesulitan bernapas. Kesulitan pernapasan pun harus kurasakan dan dokter memutuskan untuk menggunakan alat bantu pernapasan. Tibalah saatnya untuk melahirkan. Aku dituntun untuk mengejan oleh dokter. Mengatur, menarik, dan membuang napas berkali-kali. Tiga kali meneran dan kepala bayi masih terlalu jauh bahkan belum terlihat dari vulva. Karena kepala bayi tak kunjung turun dan energiku sudah tidak memungkinkan untuk meneran, dokter memutuskan untuk melakukan operasi Caesar. Aku terus menerus meneran hingga suntikan anastesi itu tertancap masuk ke punggungku. Aku merasa lega dan lambat laun badanku mati rasa. Operasi berjalan selama kurang lebih satu setengah jam. Kudengar suara bayi menangis kencang. Dokter memperlihatkan bayiku sebelum dimasukkan ke dalam bayi untuk dibersihkan dan dirawat.

Persalinan yang aku jalani itu termasuk persalinan Kala II atau persalinan fase 2. Persalinan tidak maju dan janin tidak juga lahir sedangkan sang ibu sudah kehabisan tenaga untuk meneran, maka dokter akan melakukan persalinan alat bantu, jika tidak berhasil maka dilakukan tindakan operasi sesar.

Jika diakumulasi, Pembukaan pertama hingga pembukaan tiga memakan waktu 22 jam lamanya. Totally, pembukaan pertama hingga lengkap (Bukaan 10) sekitar 36 jam lamanya.

Selepas operasi sesar, aku merasa nyeri dibekas sayatan operasi. Namun, nyeri dan kesulitan bangun-tidur itu aku rasanya tidak berlangsung lama. Tidak separah yang diasumsikan orang lain. Bahkan dua pekan setelah operasi, aku bisa menuntaskan ujian tutupku dan berhasil menyematkan gelar master di belakang namaku.

Kesimpulan yang bisa dijadikan pelajaran untuk ibu hamil dari pengalamanku ini adalah proses melahirkan yang biasa terjadi selama berjam-jam bahkan berhari-hari hingga pada akhirnya melakukan tindakan operasi disebabkan oleh beberapa faktor. Yaitu sebagai berikut.
Pembukaan yang Lamban
Setiap ibu mengalami pembukaan yang berbeda-beda. Ada yang cepat yang hanya dalam hitungan jam adapula yang berhari-hari. bahkan ada pula yang tidak mengalami pembukaan terlebih dahulu sebelum merasakan kontraksi.

Hormon Persalinan Bermasalah Akibat Emosi yang Labil
Persalinan yang lama membuat ibu mudah kelelahan secara fisik maupun emosional. Ibu yang mudah stress saat persalinan tubuhnya akan kurang memproduksi hormon oksitosin sehingga proses melahirkan pun menjadi lebih lama.

Kondisi dan Posisi Bayi
Posisi sungsang menjadi pemicu terbesar terjadinya persalinan Kala II. Namun, kondisi yang aku alami, posisi bayi tidak sungsang. Posisi bayi stabil dengan kepala berada di bawah tetapi berat badan bayi yang terlalu besar dibandingkan bentuk panggul ibu yang tidak memungkinkan,  maka persalinan pun terhambat.

Bentuk Panggul Ibu
Bentuk panggulku termasuk panggul android, yaitu rongga panggul berukuran kecil, berbentuk menyerupai simbol hati, dan lengkungan pubik yang sempit. Akibatnya, membuat persalinan normal menjadi sulit dan lama.

Jadi, setiap ibu yang akhirnya harus melahirkan dengan bantuan operasi sesar tidak melulu karena merasa tidak memiliki nyali untuk melahirkan normal. Ada kondisi tertentu yang menuntut hal tersebut terjadi. Andai saja aku berpikiran untuk takut melahirkan normal, bisa saja aku meminta dokter untuk melakukan tindakan operasi di awal pembukaan. Aku beruntung sudah berusaha semaksimal mungkin untuk melahirkan secara normal meskipun pada akhirnya tindak operasi Caesar-lah yang terbaik untuk keselamatan kita berdua.


Sharing Is Caring. Semoga Bermanfaat :)