Senin, 23 Desember 2013

Untuk wanitaku, Violet !

Lamat-lamat, telisiklah sebuah peristiwa, wanita. apa kalian pernah merasa tersakiti, atau bahkan memang tersakiti? sakit karena apa? fisik? batin? apa yang kalian lakukan, wanita. tertawa, teriak, histeris, menulis, menggambar, membaca, atau berusaha menusukkan tambahan luka dari kesakithatianmu di nadi pergelangan tangan, wanita ?

Lamat-lamat, galilah sedikit saja pengalamanmu, wanita. apa kalian pernah merasa dibohongi, didustakan, dikibuli, dipermainkan, atau dikecewakan? apa yang kalian hendak lakukan, wanita ? menangis, tertawa, menggila, meraung-raung, atau membiarkan tali mencekik leher dan mematikanmu agar kau tak merasakan sakit di dadamu?

----------

Jatuhkanlah air matamu, sebab tiap bulir yang kau seka adalah bata yang akan tersusun untuk meniti kebahagiaan sejatimu. Ketika cinta yang  telah kau gelantungkan di tangkai citamu menjelma belati yang telah menghunus hatimu, maka belailah ia dengan keanggunanmu. Mata seorang wanita adalah permata. melingkar bak dua buah cincin bening yang mengelilingi sebuah permata hitam pekat yang jernih di tengahnya. Tapi, apakah dengan kelebihan itu, kita mampu melihat segalanya yang kita inginkan? TIDAK, sayang.
Kita tak mampu memandang di mana matahari menyandar. bahkan kita tidak mampu meniliknya apakah ia benar-benar menyandar atau ia malah menyinari bagian yang lain atau dunia yang lain, dunia yang menurutnya lebih indah untuk disinari. seakan-akan bagian itu akan tampak cerah dan mengagumkan jika disiram oleh pancaran kemilaunya.
Pernahkah kau mendengar sepatah ikrar yang dengan merdunya membisikmu, membiarkan pikiranmu membumbung jauh dan kau hilang kesadaran? sebab ikrar itu begitu mengangkatmu dan membahagiakanmu? Lalu kini, ketika sebuah goresan sampai pada akal sehatmu dan mengatakan bahwa ikrar itu teringkar, apa yang hendak kauucapkan, wanita? menangis atau kau memilih turun dari pesawat yang telah melambungkanmu jauh ke angkasa? dan kau kini menyadari bahwa kau telah diterbangkan dengan pesawat kertas?
Resapilah turunnya air matamu. Sebab tiap kedipan untuk memeras butir bening yang meluncur di retina akan menerbangkanmu ke singgasana pilihanmu. kita hanya memiliki dua mata yang istimewa. meskipun tak mampu menatap matahari yang telah kita agungkan dengan sempurna, sebab penglihatan kita berada pada lingkar pandang yang terbatas.
Wanita, jangan redup. tusuklah mata matahari yang telah kau percayakan mengeringkan air matamu itu dengan keanggunan dan keeleganan sinarmu yang lembut. 
Teruskanlah deraianmu. Mataku akan terus mendengar celotehan air matamu yang mengalir seperti aliran sungai yang menderas.