5 Judul Puisi Penyair


5 Judul Puisi Penyair:

Taufik ismail
1.      Karangan Bunga
2.      Kembalikan Indonesia Padaku
3.      Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
4.      Kutahu Kau Kembali Jua Anakku
5.      Memang Selalu Demikian, Anakku

KUTAHU KAU KEMBALI JUA ANAKKU

Saudara-kandungku pulang perang, tangannya merah
Kedua pundak landai tiada tulang selangka
Dia tegak goyah, pandangnya pada kami satu-satu
Aku tahu kau kembali jua anakku
Tiba-tiba dia roboh di halaman dia kami papah
Ibu pun perlahanmengusapi dahinya tegar
Tanganku amis ibu, tanganku berdarah
Aku tahu kau kembali jua anakku
Siang itu dia tergolek ibu, lekah perutnya
Aku tak membidiknya, tapi tanganku bersimbah
Tunduk terbungkuk matanya sangat papa
Kami sama rebah, kupeluk dia di tanah
Kauketuk sendiri ambang dadamu anakku
Usapkan jemari sudah berdarah
Simpan laras bedil yang memerah
Kutahu kau kembali jua anakku


Amir Hamzah
1.      Padamu jua
2.      Hanyut Aku
3.      Doa Poyongku
4.      Hanya satu
5.      Buah rindu


HANYUT AKU

Hanyut aku, kekasihku!
Hanyut aku!
ulurkan tanganmu, tolong aku.
sunyinya sekelilingku !
tiada suara kasihan, tiada angin mendingin hati,
tiada air menolak ngelak.
Dahagakan kasihmu, hauskan bisikmu, mati aku
sebabkan diammu.
Langit menyerkap, air berlepas tangan, aku tenggelam
     
Tenggelam dalam malam,
air di atas menindih keras
bumi di bawah menolak ke atas
mati aku, kekasihku, mati aku !


Chairil Anwar
1.      SENJA DI PELABUHAN KECIL
2.      CINTAKU JAUH DI PULAU
3.      MALAM DI PEGUNUNGAN
4.      YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS
5.      DERAI DERAI CEMARA

AKU
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

WS rendra
1.      Sajak Sebatang Lisong
2.      Sajak Orang Lapar
3.      Sajak Rajawali
4.      Sajak Pertemuan Mahasiswa
5.      AKU TULIS PAMPLET INI

Surat Cinta

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu !

Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya,
Wahai, dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku !

Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi,
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka
dan tak kan kunjung diundurkan

Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan gerimis
Di muka kaca jendela
mereka berkaca dan mencuci rambutnya
untuk ke pesta
Wahai, dik Narti
dengan pakaian pengantin yang anggun
bunga-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan
Aku melamarmu,
Kau tahu dari dulu:
tiada lebih buruk
dan tiada lebih baik
dari yang lain...
penyair dari kehidupan sehari-hari,
orang yang bermula dari kata
kata yang bermula dari
kehidupan, pikir dan rasa

Semangat kehidupan yang kuat
bagai berjuta-juta jarum alit
menusuki kulit langit:
kantong rejeki dan restu wingit
Lalu tumpahlah gerimis
Angin dan cinta
mendesah dalam gerimis.
Semangat cintaku yang kuta
batgai seribu tangan gaib
menyebarkan seribu jaring
menyergap hatimu
yang selalu tersenyum padaku

Engkau adalah putri duyung
tawananku
Putri duyung dengan
suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahlah bagiku !
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya yang merdu.
Engkau adalah putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku
Wahai, putri duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
kerna langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan.
Dua anak lelaki nakal
bersenda gurau dalam selokan
dan langit iri melihatnya
Wahai, Dik Narti
kuingin dikau
menjadi ibu anak-anakku !

Puisi Karya Sendiri

1.      Untuk Sang Penjaga Taman
2.      Sajak berelegi
3.      Kenduri Duka
4.      Pewantian Rona Samsara
5.      Nisan Terkasih

UNTUK SANG PENJAGA TAMAN

Senja ini mengusam
Tak seperti kemarin
Saat waktu masih berpihak
Juga kita

Kelopak mawar hampa tanpa duri
Tangkainya patah
Merahnya pudar
Lalu mati

Mungkin matahari terlalu menerpanya
Atau hujan kian memanjanya

Janji terukir
Kesaksian di atas  mawar
...Kini melayu di tanganku

Mungkinkah ia setegar lalu?
Ketika ikrar tak teringkar
Dekap tak terdepak
Dan bunga tetap padamu.

Yang kutahu kini,
Memiliki,
Adalah  jalan
menuju kehilangan.



SAJAK BERELEGI

pinai beterbangan
tinggalkan sang sarang.
melamban di pengembaraan
labuh di singgasana

merpati menujuku
kepak sayap gelisah
ia mengabarkan:
kau mati di tengah jalan
sembari tangkai patah
sebelum hinggap di genggaman
terkasih

kelopak melayu
mata menyayu
pudar sang merah
hanya darah
tak ada mawar
bahkan sinar

Aku menyudut
meringis
terkulai
memandangmu nelangsa
kekasihku  ditinggal kekasihnya

Tidak ada komentar: